Minggu, 11 Mei 2014

Kalau “Terlanjur Sayang”, tidak ada yang sia-sia

        Pagi itu pukul 05.00 saya baru bangun tidur. Telat karena rencana sebelumnya bangun pukul 04.00.  Langsung segera mandi, solat dan siap-siap menculik Masya. Setelah siap-siap selesai, langsung ku pacu kuda besi ku, berharap sampai lokasi janjian kami bertiga tidaklah begitu telat.
Sampai rumah dimana Masya tinggal, si empunya keluar. Tanpa panjang lebar, langsung ku boyong Masya untuk menemani dan mengabadikan perjalananku hari Jumat tanggal 28 Maret 2014 kemarin.
(Masya = nama kamera Arell. Kenapa namanya masya? seperti di film Masya and the Bear. Warnanya merah, kecil, kadang nyebelin, kadang ngangenin), (Arellea, 2014 komunikasi pribadi).
Setelah senjata berada di tangan, segera “gliding” ngebut ke lokasi kumpul,yaitu di pos satpam FMIPA UNY. Disana sudah ada si Pras yang semangat sekali untuk menambah list burungnya sehingga datangnya gasik. Setelah bertiga siap,  kami bertiga budal ke  Penggaron Semarang.
Perjalanan ini dilatarbelakangi ajakan Mas Kir ingin menyaksikan migrasi raptor dari info Pak Bas di Grup FB Pengamat Burung Indonesia yang menuliskan Accipiter soloensis melintas hingga 600an katanya ratusan  ekor, edan kan. Selain itu, rasa penasaran saya sama si Chinese goshawk ini karena waktu di acara Gelatik KPB BIONIC UNY di Sermo bulan Maret lalu berkali-kali ketemu waktu sedang bertengger dan saya hanya mengabadikan dengan pikiran dan perasaan.

        Tiga jam lamanya perjalanan dari Jogja akhirnya sampai Semarang, tepatnya di Pundak Payung. Bokong seperti protes lelah menahan beban 58 kilo daging + daypack ini.
Berhenti di minimarket untuk menambah perbekalan air minum dan jajanan menjadi pilihan kami sambil menunggu Mas Nanang. Mas Nanang ini temen kami dari Haliaser Biologi UNDIP. Setelah beberapa saat kemudian, kami disamperin oleh laki-laki ahli Kupukupu ini dan budal ke Gedawang. Lho kok Gedawang ? usut punya usut, ke Gedawang karena menjawab tujuan kami yaitu nyari spot raptor melintas. Lima belas menit kami on the way sampailah di suatu tempat yang agak tinggi di sudut perumahan dan bisa melihat langit begitu luas. Memang kalau spot raptor migran ya seperti ini.
dari gedawang

          Pukul 10.00 kami memulainya. Terlalu siang memang kalau memulai pengamatan raptor. Ditambah lagi terik matahari yang tak kompromi membuat kami pesimis bisa melihat puluhan raptor melintas secara jelas. Seperti yang dibilang mas Nanang, kalau sudah panas seperti ini si raptor yang melintas sudah tinggi banget. Benar saja, seekor Sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus) soaring tinggi sekali sampai terlihat hanya noda hitam samar-samar ditengah langit biru.
Selain itu, beberapa ekor Accipiter juga teramati melintas tidak bisa ter-iden karena siluet dan tinggi sekali. Memang tidak beruntung kami waktu itu, mungkin karena baru pertama datang ke tempat ini sehingga salah waktu tiba lokasi pengamatan. Tetapi tidak masalah, yang terpenting kami sudah tahu lokasinya sehingga enak jika lain waktu mau main kesini lagi.
Burung lain yang kami temui di spot Gedawang yaitu Cekakak jawa /Halcyon cyanoventris/ Javan Kingfisher, Cekakak sungai / Halcyon chloris/ Collared Kingfisher, , Sepah kecil/ Pericrocotus cinnamomeus/ Small minivet, dan tentunya si burung umum dimanapun anda berada, Cucak kutilang/ Pycnonotus aurigaster / Sooty-headed Bulbul. Ya memang kenyataan bisa saja meleset dari harapan. Dari rumah berharap dapat ini itu, pas pengamatannya dapatnya ini lagi. Sekali lagi saya bilang tidak masalah, pasti nanti tetap diberi penggantinya.

        Pukul 11.30 dirasa cuaca tidak mendukung, mendung, malah bukan gerimis lagi, hujan malahan, kami diajak mas Nanang ke sekre Halister untuk istirahat dan nantinya solat Jumat. Lho kan ini dapat penggantinya lagi, bisa main ke sekre Haliaster. Bisa kenal dengan teman-teman sesama pengamat burung merupakan hal menyenangkan. Istirahat di sekret Halister Biologi UNDIP, solat jumat di masjid FMIPA UNDIP, makan siang di kantin FT UNDIP menjadi rundown kami sebelum pengamatan lagi ke Penggaron.
prase in Haliaster
Dirasa sudah hampir sore, kami berangkat ke Penggaron. Lima belas menit perjalanan, sampailah pada Hutan Wisata di Semarang, yaitu wana wisata Penggaron.

         Lumayan sepi waktu itu, hanya beberapa orang pacaran melintas dengan motor. Cieeee pacaran ni yee.
Beberapa langkah kami masuk, tercium pergerakan burung diatas lantai hutan. Menunggu beberapa saat, akhinya dia menampakkan batang paruhnya. Gelap sekali, Masya tak mampu bekerja lebih di kondisi yang seperti ini (memang akunya yang belum canggih), ditambah juga burungnya menculat-menculat jual mahal. Hanya bisa dicatat di buku catatanku, dialah Paok pancawarna /Pitta guajana/ Banded Pitta. Cantik memang, tapi lebih cantik ibuku. Halah . Mas Kir juga tak dapat satu frame pun.
Nyerah deh, kapan-kapan remidi kesini lagi.
Benar-benar sepi burung disana buat kami, mungkin ini yang membuat saya ingin kesini lagi dilain kesempatan.
Burung yang kami catat tidak banyak, hanya burung umum Cucak kutilang dan Cekakak sungai yang masih ramah dengan kedatangan kami J
kutilangku bernyanyi
            Semangat birding ini muncul lagi setelah membaca ada tulisan di papan yang ditempel di sebuah pohon. “Terlanjur Sayang”, begitu tulisannya. Entah apa maksud tulisan itu di hutan ini. Mungkin terlanjur sayang hutan, lalu kita harus menjaga kebersihan? Ah bebas mengartikan saja. Kalau buat saya, kita sudah terlanjur cinta dengan burung maka berapapun jumlah burung yang muncul, jenis burung murahan apa yang menyapa, tetap mensyukuri nikmatnya masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menemukan mereka J  Lho kan ini pelajaran lagi… sudah dibilang tidak ada yang sia-sia. Hehehehe
terlanjur sayang nih
           Langkah semakin jauh, waktu semakin sore, akhirnya kami memutuskan untuk balik ke lokasi parkir kendaraan namun sambil pengamatan. Pas sampai di sebuah jembatan, mata ini dibuat melek oleh seekor burung family Nectariniidae nan ngejreng warnanya. Ya, thole kae bernama Burungmadu Sriganti/Cinnyris jugularis/Olive-backed Sunbird kelamin jantan. Memang ini hanya burung umum, tapi saya senang sekali. Melihat warna kuning mencolok di perutnya, biru metalik ditenggorokannya yang benar-benar terlihat metalik itu terjepret oleh Masya, kali ini Masya dapat diandalkan sekali.mumumu J  Alhamdulillah…beberapa frame didapat, akhirnya kami benar-benar mengakhiri birding kali ini.
manisnya maduku :)
akulah pejantan, tenggorokanku biru kinclong :D
          Sebelum pulang tidak lupa foto bersama. Setelah pamitan, kami pulang ke Jogja lagi. Terimakasih semarang, saya yakin masih banyak permata alam ini yang akan tersaji dilain kesempatan. Terimakasih mas Nanang atas jamuannya, Haliaster atas secretariat buat kami transit, pak penjaga Wana Wisata Penggaron yang ramah, Arell selaku pemilik Masya dan yang paling utama terimakasih Ya Allah atas ciptaanMu yang tak terduakan.
selalu foto bareng diakhir pengamatan

Pelajaran kali ini yaitu :                                                              
1. Memperbanyak teman dari lembaga luar yang serupa itu penting.

2. Tidak ada yang sia-sia, hanya bagaimana kita mengartikan apa yang kita dapat ketika suatu harapan tidak sesuai dengan keinginan awal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar