Minggu, 22 Juni 2014

TARIAN AKROBATIK DIBALIK ANGKUHNYA TEBING MANGUNAN

Siang begitu terik, mentari memancarkan cahaya panasnya tak kenal kompromi. Awan di langit pun tak menampakkan dirinya untuk mengurangi intensitas panas bagi manusia dibawahnya. Angin sepoi seperti di pesisir pantai sedikit memberi kesejukan, mengurangi suasana gerah siang itu. Begitulah gambaran singkat suasana di gardu pandang kebun buah Mangunan.
            Kebun buah mangunan merupakan objek wisata Kabupaten Bantul yang menyajikan pesona pemandangan Kali Oyo dari tebing puncak gardu pandangnya. Lokasi ini dapat ditempuh kurang lebih 1 jam dari Kota Yogya. Selama perjalanan sebelum sampai dilokasi, kita akan disuguhi pemandangan alam perbukitan dengan tebing-tebingnya yang gagah. Jika beruntung, kita bisa menemukan burung elang sedang soaring berputar-putar tinggi di atas bukit. Sebuah bonus memang, namun tetap harus hati-hati dalam berkendara karena terdapat jalanan yang cukup curam dengan tikungan yang tajam.
            Objek wisata yang memiliki pohon-pohon buah musiman ini, setiap harinya hampir selalu didatangi pengunjung. Baik dari keluarga untuk mengenalkan wisata alam kepada anaknya, maupun anak sekolah yang menghabiskan waktu untuk berselfian setelah jam sekolahnya berakhir. Lokasi ini berada di Kecamatan Dlingo yang mempunyai bentang alam berupa perbukitan karst.
             Siapa sangka jika selain mendapat bonus cuci mata pemandangan alam dari puncak mangunan juga mendapat sajian langka berupa tarian akrobatik dari salah satu burung pemangsa?

gantengnya sapiku.
jantan: coretan hitam di ekor tipis

bagian punggung
menurutku juga jantan.

ndelik

kiri : jantan, kanan : betina. lihat corat di ekornya .
garis hitam di ekor individu kanan lebih jelas dari pada individu kiri 

             Aksi ini dilakukan oleh si raptor imut berukuran kecil dari famili Falconidae yaitu Alap-alap sapi/ Falco moluccensis/ Spotted kestrel. Burung pemangsa yang umum di kawasan karst ini berukuran kecil (30 cm) dan  berwarna coklat gelap. Alap-alap sapi ini memiliki tubuh bagian atas coklat kekuningan, mempunyai garis dan bintik hitam tebal, sedangkan tubuh bagian bawah kuning suram, bercoret hitam tebal. Ekor berwarna abu kebiruan dengan ujung putih dan garis lebar hitam pada bagian subterminal. Iris coklat, paruh abu-abu kebiruan dengan ujung hitam, sera kuning, dan kaki kuning.
falco dan motor :D
              Ketika 2 ekor Alap-alap sapi mak jegagik (tiba-tiba) melintas di sisi jurang Kali Oyo, seketika langsung membuat saya yang sebelumnya berteduh di gardu kemudian lari ke tepi pembatas jurang nyaut (mengambil dengan cepat) kamera untuk dokumentasi. Berkali-kali mereka berputar-putar dibawah tebing dengan santainya. Sesekali bertengger pada pohon di tebing, namun tidak sampai kamera menjepret lebih dari 3 frame sudah kembali melakukan akrobatik dengan individu pasangannya. Burung pemangsa yang dikenal dengan penerbang ulung ini sangat lincah dan gesit. Sering mengepakkan sayapnya ketika terbang adalah gaya terbang yang umum dari bangsa alap-alap. Saling mengejar, berputar mengitari tebing, meluncur, sesekali mengeluarkan suara "kiri kiri kiri” adalah sajian menarik 2 individu Alap-alap sapi dibalik tebing yang berada puluhan meter dari dasar Kali Oyo. Menurut Mackinnon dalam bukunya yang berjudul Panduan Burung-Burung di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali, perilaku bersuara ini menunjukkan teritorinya. Tidak hanya itu, tambahan akrobat khas Alap-alap sapi yaitu terbang diam menantang angin atau dikenal dengan Hovering selama beberapa saat seperti menunjukkan bahwa terbang bebas itu adalah segalanya.  Menutup sayap kemudian menukik dengan cepat ketika di udara adalah sajian yang mengagumkan dari pada burung yang hanya terkurung disangkar.   
              Burung pemangsa lain yang teramati yaitu Elang-ular bido/ Crested serpent-Eagle/ Spilornis cheela. Burung ini mudah dikenali dari bentuk sayap membentuk huruf “C” dan suara nyaring dan lengking "kiu-liu", "kwiiik-kwi" yang terdengar keras.

Spilornis cheela bido
             Sungguh menyenangkan ketika masih bisa menyaksikan mereka terbang bebas di alam. Kegiatan pengamatan burung atau yang dikenal dengan birdwatching atau birding di alam memang selalu membuat candu bagi yang sudah menikmatinya. Selain berolahraga karena harus berjalan menyusuri hutan, menaiki bukit,  juga dapat belajar mengenal burung-burung di alam. Rasa cinta tanah air juga dapat terbangun karena kita bisa melihat burung-burung indah yang dimiliki ibu pertiwi. Bagaimana kita cinta tanah air kalau tidak mengenal apa yang negara kita miliki? Mari birdwatching.

Rabu, 11 Juni 2014

Sore di Sawah nan Indah

Sore, sebuah kata yang tergambar di benak saya akan suasana damai di sawah bersama dengan burung-burung didalamnya. Hamparan padi yang menghijau, langit biru, anak-anak kecil bermain sepeda, bapak-bapak mengurus sawahnya, dan tentunya burung yang beraktifitas di ekosistem sawah ini.

Sebelum ke sawah, Cinenen jawa / Orthotomus sepium di samping rumah

Selalu begitu ketika saya dirumah, terlalu menarik untuk melewatkan sore hari jika hanya glundang-glundung ra ceto dirumah. Mbangno ra mutu, mending mlaku-mlaku, mumpung masha direlakan oleh pemiliknya untuk saya ajak jalan-jalan. Karena mempertimbangkan waktu dan biaya, jelas sawah adalah tempat yang cukup asik untuk diubeg-ubeg. Selain karena didekat rumah saya, sawah juga mengingatkan akan masa kecil saya ngundo layangan (bermain laying-layang) dan golek jangkrik (mencari jangkrik). Sawah ini berada di Kampung yang secara administrasi masuk di Kabupaten Sleman namun mepet mBantul , Kranggan namanya.

Seperti biasa, burung yang sibuk terbang tak pernah terlihat bertengger dari keluarga Apodidae yaitu walet linchi/ Collocalia linchi. Si Layang-layang api/ Hirundo rustica sudah balik ke Negara asalnya untuk berbiak setelah berbulan-bulan menjadi imigran mendominasi sawah disini. Melihat di strata bawahnya, keluarga Estrildidae yang umum adalah Bondol jawa / Lonchura leucogastroides dan Bondol peking/ Lonchura punctulata. Kalau diamati, bulan ini mereka sedang melimpah-melimpahnya karena banyak sekali sarang dan individu muda dalam satu flok bondol dewasa. Kemricik, begitu saya menyebutnya karena mereka berisik ketika berkelompok entah ketika terbang, mencari makan di tanaman padi, atau ketika bertengger dalam satu kompi.

Burung petengger lain yang selalu menggemaskan yaitu Cabai jawa / Dicaeum trochileum
cabai jawa, fresh
Ndas abang (kepala merah) kalau orang sini menyebutnya karena melihat dari morfologinya yang paling mencolok yaitu kepalanya berwarna merah menyala untuk yang jantan. Di sawah tidak hanya tanaman padi, namun juga beberapa pohon perindang di pematang. Salah satunya talok yang tumbuh entah disengaja atau khilaf di karena pohon ini mudah tumbuh sembarangan. Burung ini teramati asik di pohon talok yang berbuah. Buah talok memang salah satu dietnya. Ketika di kampus, sering menemuinya sedang memakan buah yang ketika masak berwarna merah ini. 
cabai jawa makan buah talok, lokasi di kampus UNY.(dokumantasi pribadi).
Masya Allah, cabai ini tanpa canggung menelisik di atas saya berdiri. Seketika langsung saya abadikan dengan beberapa frame. Merah, merona, imut, menggemaskan nian burung ini. Gusti Allah Maha Sempurna.
pose ganteng
garuk-garuk telinga 

Sore itu tidak banyak waktu pengamatan karena saya berangkat sudah pukul 16.30. Puas dengan cabai jawa, saya memutuskan pengamatan dijalur pulang.
Saya berpikiran bahwa cabai tadi adalah judul tulisan ini, namun Tuhan berkata lain.

Ketika di bawah pohon munggur, burung yang berada di tajuknya lah yang menjadi primadona saya sore itu. Empat ekor burung berukuran kecil, berwarna cerah, berekor panjang. Dialah Sepah kecil / Pericrocotus cinnamomeus. Ini pertama kali saya menemukan sepah kecil di kawasan saya (maksudnya kampung dimana saya tinggal). Seperti setetes air di gurun? Ah tidak selebay itu. Namun tetap disyukuri. Ketika saya kecil, sempat melihat burung ini di pohon yang sama namun belum tahu namanya. Ketika sudah gabung Bionic, baru tahu namanya. "Tsyi-tsyi-tsyi-tsyi", begitu mereka memanggil satu sama lain. Mackinnon menyebutkan  mereka penghuni tetap di Jawa dan Bali, tersebar luas dan cukup umum terdapat di dataran rendah,
lebih menyukai hutan terbuka, hutan mangrove, tanah pertanian, dan pedesaan, terbang dalam kelompok kecil yang aktif dan ribut, mencari makan di puncak pohon-pohon yang tinggi.
Alhamdulillah beberapa frame didapat untuk sekedar dokumentasi.
jantan dan betina

jantan
jantan

jantan dan betina

Saya pun mengakhiri birding saya sore itu setelah anak-anak kecil datang dan bertanya lagi nyoting opo mas? (sedang motret apa mas). Anak-anak kecil disini menyebut orang yang sedang menggunakan kamera dengan nyooting (dari kata shooting/merekam/membuat video). Haha namanya juga anak-anak.
kiri : Denis, kanan : Rahel. 

Bulan mulai memancarkan cahayanya, mamalia mulai memainkan kemampuan terbangnya, kumandang Adzan telah berseru disegala penjuru, saya pun pulang.
kelelawar dan bulan

Tidak banyak burung yang saya temui, malah sangat sedikit kalau saya menyebutnya. Salah satu nikmat dari Gusti Allah ya sepert ini, nikmat pengamatan. Tidak perlu muluk-muluk, sederhana namun tetap disyukuri.

Berikut beberapa dokumentasi burung yang saya temukan di sawah beberapa bulan lalu.
pose ganteng
biru,merah,putih

layanglayang api pra dewasa

ketika sayap membentang

biru dongker :D

prenjak padi

kekep babi

kekep babi

kekep babi
         Salam lestari :)                                  

Minggu, 11 Mei 2014

Kalau “Terlanjur Sayang”, tidak ada yang sia-sia

        Pagi itu pukul 05.00 saya baru bangun tidur. Telat karena rencana sebelumnya bangun pukul 04.00.  Langsung segera mandi, solat dan siap-siap menculik Masya. Setelah siap-siap selesai, langsung ku pacu kuda besi ku, berharap sampai lokasi janjian kami bertiga tidaklah begitu telat.
Sampai rumah dimana Masya tinggal, si empunya keluar. Tanpa panjang lebar, langsung ku boyong Masya untuk menemani dan mengabadikan perjalananku hari Jumat tanggal 28 Maret 2014 kemarin.
(Masya = nama kamera Arell. Kenapa namanya masya? seperti di film Masya and the Bear. Warnanya merah, kecil, kadang nyebelin, kadang ngangenin), (Arellea, 2014 komunikasi pribadi).
Setelah senjata berada di tangan, segera “gliding” ngebut ke lokasi kumpul,yaitu di pos satpam FMIPA UNY. Disana sudah ada si Pras yang semangat sekali untuk menambah list burungnya sehingga datangnya gasik. Setelah bertiga siap,  kami bertiga budal ke  Penggaron Semarang.
Perjalanan ini dilatarbelakangi ajakan Mas Kir ingin menyaksikan migrasi raptor dari info Pak Bas di Grup FB Pengamat Burung Indonesia yang menuliskan Accipiter soloensis melintas hingga 600an katanya ratusan  ekor, edan kan. Selain itu, rasa penasaran saya sama si Chinese goshawk ini karena waktu di acara Gelatik KPB BIONIC UNY di Sermo bulan Maret lalu berkali-kali ketemu waktu sedang bertengger dan saya hanya mengabadikan dengan pikiran dan perasaan.

        Tiga jam lamanya perjalanan dari Jogja akhirnya sampai Semarang, tepatnya di Pundak Payung. Bokong seperti protes lelah menahan beban 58 kilo daging + daypack ini.
Berhenti di minimarket untuk menambah perbekalan air minum dan jajanan menjadi pilihan kami sambil menunggu Mas Nanang. Mas Nanang ini temen kami dari Haliaser Biologi UNDIP. Setelah beberapa saat kemudian, kami disamperin oleh laki-laki ahli Kupukupu ini dan budal ke Gedawang. Lho kok Gedawang ? usut punya usut, ke Gedawang karena menjawab tujuan kami yaitu nyari spot raptor melintas. Lima belas menit kami on the way sampailah di suatu tempat yang agak tinggi di sudut perumahan dan bisa melihat langit begitu luas. Memang kalau spot raptor migran ya seperti ini.
dari gedawang

          Pukul 10.00 kami memulainya. Terlalu siang memang kalau memulai pengamatan raptor. Ditambah lagi terik matahari yang tak kompromi membuat kami pesimis bisa melihat puluhan raptor melintas secara jelas. Seperti yang dibilang mas Nanang, kalau sudah panas seperti ini si raptor yang melintas sudah tinggi banget. Benar saja, seekor Sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus) soaring tinggi sekali sampai terlihat hanya noda hitam samar-samar ditengah langit biru.
Selain itu, beberapa ekor Accipiter juga teramati melintas tidak bisa ter-iden karena siluet dan tinggi sekali. Memang tidak beruntung kami waktu itu, mungkin karena baru pertama datang ke tempat ini sehingga salah waktu tiba lokasi pengamatan. Tetapi tidak masalah, yang terpenting kami sudah tahu lokasinya sehingga enak jika lain waktu mau main kesini lagi.
Burung lain yang kami temui di spot Gedawang yaitu Cekakak jawa /Halcyon cyanoventris/ Javan Kingfisher, Cekakak sungai / Halcyon chloris/ Collared Kingfisher, , Sepah kecil/ Pericrocotus cinnamomeus/ Small minivet, dan tentunya si burung umum dimanapun anda berada, Cucak kutilang/ Pycnonotus aurigaster / Sooty-headed Bulbul. Ya memang kenyataan bisa saja meleset dari harapan. Dari rumah berharap dapat ini itu, pas pengamatannya dapatnya ini lagi. Sekali lagi saya bilang tidak masalah, pasti nanti tetap diberi penggantinya.

        Pukul 11.30 dirasa cuaca tidak mendukung, mendung, malah bukan gerimis lagi, hujan malahan, kami diajak mas Nanang ke sekre Halister untuk istirahat dan nantinya solat Jumat. Lho kan ini dapat penggantinya lagi, bisa main ke sekre Haliaster. Bisa kenal dengan teman-teman sesama pengamat burung merupakan hal menyenangkan. Istirahat di sekret Halister Biologi UNDIP, solat jumat di masjid FMIPA UNDIP, makan siang di kantin FT UNDIP menjadi rundown kami sebelum pengamatan lagi ke Penggaron.
prase in Haliaster
Dirasa sudah hampir sore, kami berangkat ke Penggaron. Lima belas menit perjalanan, sampailah pada Hutan Wisata di Semarang, yaitu wana wisata Penggaron.

         Lumayan sepi waktu itu, hanya beberapa orang pacaran melintas dengan motor. Cieeee pacaran ni yee.
Beberapa langkah kami masuk, tercium pergerakan burung diatas lantai hutan. Menunggu beberapa saat, akhinya dia menampakkan batang paruhnya. Gelap sekali, Masya tak mampu bekerja lebih di kondisi yang seperti ini (memang akunya yang belum canggih), ditambah juga burungnya menculat-menculat jual mahal. Hanya bisa dicatat di buku catatanku, dialah Paok pancawarna /Pitta guajana/ Banded Pitta. Cantik memang, tapi lebih cantik ibuku. Halah . Mas Kir juga tak dapat satu frame pun.
Nyerah deh, kapan-kapan remidi kesini lagi.
Benar-benar sepi burung disana buat kami, mungkin ini yang membuat saya ingin kesini lagi dilain kesempatan.
Burung yang kami catat tidak banyak, hanya burung umum Cucak kutilang dan Cekakak sungai yang masih ramah dengan kedatangan kami J
kutilangku bernyanyi
            Semangat birding ini muncul lagi setelah membaca ada tulisan di papan yang ditempel di sebuah pohon. “Terlanjur Sayang”, begitu tulisannya. Entah apa maksud tulisan itu di hutan ini. Mungkin terlanjur sayang hutan, lalu kita harus menjaga kebersihan? Ah bebas mengartikan saja. Kalau buat saya, kita sudah terlanjur cinta dengan burung maka berapapun jumlah burung yang muncul, jenis burung murahan apa yang menyapa, tetap mensyukuri nikmatnya masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menemukan mereka J  Lho kan ini pelajaran lagi… sudah dibilang tidak ada yang sia-sia. Hehehehe
terlanjur sayang nih
           Langkah semakin jauh, waktu semakin sore, akhirnya kami memutuskan untuk balik ke lokasi parkir kendaraan namun sambil pengamatan. Pas sampai di sebuah jembatan, mata ini dibuat melek oleh seekor burung family Nectariniidae nan ngejreng warnanya. Ya, thole kae bernama Burungmadu Sriganti/Cinnyris jugularis/Olive-backed Sunbird kelamin jantan. Memang ini hanya burung umum, tapi saya senang sekali. Melihat warna kuning mencolok di perutnya, biru metalik ditenggorokannya yang benar-benar terlihat metalik itu terjepret oleh Masya, kali ini Masya dapat diandalkan sekali.mumumu J  Alhamdulillah…beberapa frame didapat, akhirnya kami benar-benar mengakhiri birding kali ini.
manisnya maduku :)
akulah pejantan, tenggorokanku biru kinclong :D
          Sebelum pulang tidak lupa foto bersama. Setelah pamitan, kami pulang ke Jogja lagi. Terimakasih semarang, saya yakin masih banyak permata alam ini yang akan tersaji dilain kesempatan. Terimakasih mas Nanang atas jamuannya, Haliaster atas secretariat buat kami transit, pak penjaga Wana Wisata Penggaron yang ramah, Arell selaku pemilik Masya dan yang paling utama terimakasih Ya Allah atas ciptaanMu yang tak terduakan.
selalu foto bareng diakhir pengamatan

Pelajaran kali ini yaitu :                                                              
1. Memperbanyak teman dari lembaga luar yang serupa itu penting.

2. Tidak ada yang sia-sia, hanya bagaimana kita mengartikan apa yang kita dapat ketika suatu harapan tidak sesuai dengan keinginan awal.